"Mountain
Trail"
Layaknya
sebuah kehidupan yang penuh dengan liku-liku terkadang ada saatnya berada di
bawah dan ada saatnya di atas. Setiap orang pasti pernah merasakan bagaimana
indahnya momen pergi besama seseorang yang disayang, namun bagaimana
jika momen indah itu berubah menjadi momen yang paling menyedihkan dan
meluluh lantahkan hati seseorang?
Ketika
itu ada satu keluarga yang telah memiliki seorang anak kecil perempuan yang
mungkin berumur sekitar 5 tahun. Mereka hidup bahagia seperti layaknya
keluarga pada umumnya. Sang ayah adalah seorang petani yang menggarap tambak
milik orang tuanya, sedangkan sang ibu adalah seorang pedagang yang menjual
bahan-bahan dapur seperti cabai, tomat, bawang, dan lain sebagainya. Setiap
pagi buta sang ibu bangun menyiapkan bahan dagangannya untuk dijualnya di
pasar, kemudian sang ayah terbangun dan ikut membantu, kemudian mengantar
sang ibu pergi ke pasar dengan naik motor. Matahari mulai terbit sang ayah
membangunkan, menyiapkan baju, dan mengantar anaknya berangkat ke sekolah.
Kemudian sang ayah pergi ke tambak dengan sang kakek. Begitulah hari demi
hari terlalui.
Dengan
rasa syukur mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Namun sang ibu
mengalami pendarahan saat kehamilahnya sudah berusia tua yang berujung harus
dilakukan operasi sesar. Atas kehendak-Nya sang adik lahir dengan
selamat begitu juga sang ibu. Waktu pun berlalu, mereka merasakan kebahagiaan
yang sempurna dengan memiliki satu orang anak perempuan dan satu laki-laki. Sampai
pada suatu sore yang kala itu usia sang adik baru beberapa bulan, mereka
berempat pergi jalan jalan sore dengan naik kendaraan bermotor yang mereka
miliki. Tak disangka hujan deras menerpa, keluarga itu meneduhkan diri, taka
da persiapan jas hujan atau sebagainya sang adikpun mulai kedinginan dan
menangis, sementara sang kakak dengan dewasanya memilih untuk diam dan tidak
merepotkan kedua orang tua nya.
Setibanya
dirumah terlihat sang nenek menunggu disamping rumah karena mengkhawatirkan
cucunya yang masih kecil (rumah nenek bersebelahan). Setelah menghangatkan
diri sang adik tetap menangis tidak mau minum susu dan makan apapun, hal ini
menimbulkan kepanikak luar biasa sang ibu dan neneknya. Dan akhirnya mereka
memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat, namun ternyata rumah
sakit ini menolak karena kondisi sang adik sudah sangat parah, kemudian
dilarikan ke rumah sakit di kota yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam
perjalanan. Setibanya di rumah sakit kota sang adik langsung dibawa ke ruang
ICU dan dinyatankan oleh dokter mengalami kelainan jantung bocor. Hal ini
sontak mengejutkan keluarga, dan sang ayah merasa bersalah atas kejadian
tersebut. Sang adik membutuhkan darah yang cukup banyak, dan sang ayah pun
mencarikannya penuh dengan perjuangan dan air mata karena golongan darah sang
adik cukup sulit dicari kala itu. Satu dua hari terlalui dan sang adik masih
belum menunjukan respon baik, alat bantu pernafasan dan berbagai kabel telah
tertancap penuh disekujur tubuhnya. Sang ayah miris melihat kondisi anaknya
yang tak berdaya, sang ibu hanya bisa menangis. Kemudian dokter datang dan
meminta sang ayah untuk keruangannya. Dokter berkata bahwa sang adik sudah
tidak mampu menjalankan fungsi sarafnya sebagai mana mestinya, kondisinya
yang semakin melemah dan sudah tidak mampu merespon sinyal apapun, jika semua
alat tercabut maka adik telah tiada. Jadi dokter menyerahkan keputusan kepada
keluarga karena pihak rumah sakit juga telah berusaha maksimal. Jelas hal
ini membuat kedua orang tuanya terpukul berat dan bahkan sulit untuk bernafat
ketika mendengan penjelasan dari dokter. Kemudian sang ayah dan ibu menemui
sang adik untuk terakhir kalinya yang masih lengkap dengan semua alat bantu
yang tertancap disekujur tubuhnya. Mereka menangis dan merasa terus bersalah
atas semua kejadinya ini, namun pada akhirnya mereka memilih untuk
mengikhlaskan sang adik karena mereka yakin, adik akan lebih tenang dan tidak
lagi sakit di dunia. Dengan penuh ketegaran mereka mengikhlaskan sang adik
pergi untuk selamanya.
|
Komentar
Posting Komentar