Perjuangan Seorang Wanita

Seorang gadis muda yang periang, penuh canda dan tawa dalam menjalani hari hari nya, dia memiliki nama Nami yang lahir pada tanggal 26 Maret 1979. Nami kecil selalu asyik bermain bersama teman – temannya, dan dia tidak pernah mengeluh atas apapun yang terjadi. Pada suatu ketika saat dia masih duduk dibangku sekolah dasar, dia termasuk anak yang percaya diri dan berani mengajukan diri mewakili sekolah untuk mengikuti lomba, namun sayangnya guru dan teman temannya mencibirnya hanya karena bajunya yang terlihat lusuh. Dia tidak pernah meminta kedua orang tuanya untuk dibelikan seragam baru, karena dia tidak mau hal itu membebani kedua orang tua nya, dia merasa baju itu masih layak untuk dipakai selagi belum ada yang robek. Dengan berat hati Nami mengikhlaskan keinginannya untuk tidak ikut lomba, hal ini tidak membuat Nami bersedih. 

Hari silih berganti, Nami kian beranjak remaja dan semakin terlihat jiwa nya yang tomboy sehingga terkadang dia mirip laki-laki reumurannya. Dia memiliki adik perempuan bernama Tita, mereka selisih tiga tahun dan memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Nami duduk dibangku sekolah SMA islam yang biasa disebut jenjang Aliyah. Saat mereka berangkat sekolah bersama naik motor, Nami mengenakan helm hitam model laki-laki dengan jaket kulit berwarna hitamnya, Tita duduk dibelakang dan siap untuk dibonceng kakaknya. Setibanya disekolah Tita turun dari motor dan menghampiri teman – teman nya, dan ternyata teman nya meledeknya karena mengira yang memboncengnya adalah teman laki–lakinya padalah itu adalah Nami sang kakak. Suatu hari ada sosok laki-laki yang sering melihatnya dan ingin berkenalan dengan nya, saat itu Nami masih kelas 3 Aliyah. Sepulang sekolah laki-laki itu menunggunya dijalan yang biasa Nami lewati. Dia menyapa dan mengajak Nami dan teman-temannya untuk makan bakso didepan sekolahannya. Mereka saling mengobrol dan akhirnya Nami tahu anak laki-laki ini bernama Otan. Kemudia dari pertemuan itulah mereka semakin dekat, sampai pada ketiga kali pertemuan mereka, Otan ingin mengajak Nami untuk menikah. Saat itu Nami menolaknya karena dia masih sekolah dan harus menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu.

Sampai pada suatu ketika perasaan Otan yang tidak bisa dibendung lagi untuk menikahi Nami, akhirnya dia bertekat untuk kerumah Nami dan berbicara langsung dengan orang tuanya. Orang tua Nami pun menyambutnya dengan baik, mereka menanyakan apa tujuannya, latar belakangnya, bagaimana dia mengenal Nami dan apakah dia sudah siap untuk menafkahi Nami. Pertanyaan pertanyaan itu dijawab dengan penuh keyakinan oleh Otan. Dia berasal dari keluarga biasa saja, namun dia meyakinkan ayah Nami dengan  kesiapannya untuk bekerja apa pun dengan ayahnya Nami dan dia yakin bisa membahagiakan Nami. Otan juga mengatakan bahwa mereka berdua sudah saling kenal dan menyayangi. Kemudian ayah bertanya kepada Nami apakah dia mengenal anak laki-laki ini, Nami pun menjawab iya. Karena melihat mereka sudah saling mengenal dan melihat kesungguhan Otan, sang ayah pun memberikan izin dengan syarat Nami harus tetap menyelesaikan sekolahnya. Nami yang tidak pernah membantah orang tuanya, dia hanya diam mendengar keputusan ayahnya, tidak berkata iya ataupun tidak atas pernikahannya. Setelah beberapa kali pertemuan keluarga, akhirnya ditentukanlah tanggal pernikahan. Di zaman itu masih belum ada larangan menikah selama sekolah, karena pendapat para orang tua di masa itu “lebih cepat lebih baik”, pernikahan itupun berlangsung sebelum Nami lulus sekolah.

Nami lulus sekolah setelah satu tahun menikah dan pada saat itu dia berumur 18 tahun. Selama pernikahan Nami dan Otan masih tinggal bersama kedua orang tua Nami. Otan bekerja di tempat usaha ayah Nami, dan bekerja sebagai buruh tani. Setelah kelulusan Nami, Ayah nya membangunkan rumah untuk dirinya dan suaminya agar bisa mandiri hidup berkeluarga. Hari demi hari berlalu sampai akhirnya dia dikaruniai anak pertama perempuan. Nami telah menjadi seorang ibu dan dia selalu mengajarkan kepada anaknya tentang rasa percaya diri, hal ini yang pada akhirnya menurun pada anaknya sampai sekarang. Otan sebagai seorang ayah tetap bekerja siang dan malam, namun karena hanya mengandalkan usaha ayah Nami dengan menjadi buruh tani, pendapatan yang dihasilkan tidak seberapa. Kehidupan mereka mengalami sedikit tekanan ketika anak pertama mereka mulai besar dan membutuhkan biaya pendidikan, dan ditambah hal baru yang mengejutkan bahwa Nami hamil anak kedua. Kemudian hari hari pun terasa sangat berat. Nami berhutang kesana kemari untuk mencukupi kebutuhan sehari hari, karena Otan tidak menghasilkan uang setiap hari. Ketika dirumah tidak ada makanan untuk dimasak, Otan tetap diam tidak peduli apakah istri dan anaknya sudah makan atau belum. Dia hanya duduk manis dan selalu berharap pemberian dari orang tua Nami.

Pada suatu hari, datang para penagih hutang kerumah Nami, pada saat itu dia menjelaskan apa yang terjadi kepada Otan. Namun tanggapan Otan seaakan tidak mau bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Dia menyalahkan Nami karena Nami lah yang mencari hutang. Nami berhutang kepada banyak rentenir dan tetangganya, karena dia tidak mau meminta kepada orang tuanya terus menerus, sementara suaminya tidak ada niat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini membuat Nami frustasi dan pada saat itu dia tengah hamil besar. Hari menjelang petang, pertengkaran mulai terjadi malam itu, pukulan keras terdengar hingga keluar rumah. Kemudian Nami lari dari rumah karena tidak tahan dengan perlakuan suaminya. Dia bingung entah kemana, tidak mungkin kerumah orang tuanya karena dia tidak mau menjadi beban orang tuanya. Akhirnya dia terus berjalan tanpa tujuan yang pada saat itu telah tengah malam pukul 12.00. Sempat terlintas dalam benaknya untuk mengakhiri hidupnya, namun dia sadar ada bayi yang sedang dikandungnya. Dia duduk dibawah pohon beringin ditengah serimpangan jalan sambil menangis meratapi hidupnya yang sungguh berat. Nami kembali dan mengubur niat buruknya dalam-dalam demi anak anaknya.

Tibalah saat Nami melahirkan anak keduanya. Saat itu Otan sedang bekerja, Nami mengalami kontraksi dan dibawa ibunya ke rumah bersalin yang pada saat itu ditangani oleh bidan setempat. Anak keduanya laki – laki dan bersyukur telah lahir dengan selamat. Kemudian Otan datang, dia langsung menanyakan siapa yang menanggung biaya persalinan. Sewajarnya seorang laki-laki lah yang wajib menanggung biaya persalinan istrinya. Dia berteriak dengan kata – kata kotor didepan Nami dan Ibunya karena pergi kerumah bersalain tanpa memikirkan biaya. Hal ini membuat Ibu Nami merasa sakit hati, karena anaknya harus menikah dengan orang tidak bertanggung jawab seperti Otan, dan perlakukannya yang sangat tidak sopan. Hal itu tidak pernah terlupakan selamanya dalam ingatan Nami dan Ibunya. Hari hari semakin berat, pertengkaran kerap terjadi karena Otan tidak pernah membawa pulang uang atau hasil kerja untuk kebutuhan sehari hari, sementara itu hutang Nami kian terus menumpuk.

Pada akhirnya Nami memikirkan satu hal untuk menyelesaikan permasalahan ini yaitu dengan pergi bekerja ke luar negeri menjadi TKI dengan harapan bisa membayar semua hutangnya. Sesaat keluarga Nami tidak menyetujui niatnya ini, terutama ibu nya. Ketika keluarganya menenyakan hal ini kepada Otan dia menunjukan sikap yang seolah menyalahkan semua kepada Nami. Karena keluarga Nami yang bersikap untuk tidak terlalu ikut campur lebih dalam akhirnya mereka menyerahkan keputusan kepada Nami dan Otan. Otan sebagai seorang laki laki seharusnya dia melarang istrinya, namun hal itu tidak dia lakukan, dia membiarkan Nami pergi untuk menyelesaikan masalah hutangnya. Tibalah hari paling menyedihkan untuk Nami yaitu saat dia pergi pertama kali dari rumah untuk bekerja ke luar negeri. Dia sangat berat hati meninggalkan anak anak nya tumbuh sendiri tanpa Ibu disampingnya. Anak keduanya yang saat itu masih balita berumur 3 tahun masih belum mengerti bahwa Ibu nya akan pergi jauh dan tidak kembali nanti malam untuk memeluknya saat ia terlelap. Bagaimana perasaan seorang ibu yang meninggalkan anak balitanya sendirian, sungguh sangat berat dan tak mampu dibendung oleh apapun. Tangis terkucur deras jatuh di pipinya saat mencium anak nya utuk terakhir kali sebelum pergi.

Anak nya yang masil kecil sering merindukan ibunya, ia kerap menangis kejar memanggil manggil ibu ibu ibu. Neneknya (Ibunya Nami) tidak tega jika cucunya harus tidur dirumah sendiri bersama kakak nya, karena otan sering mendapat pekerjaan malam hari. Akhirnya neneknya menyuruh cucunya tinggal bersamanya. Setiap malam anak kedua Nami tidur bersama nenek dan kakeknya, sementara kakaknya tidur bersama tantenya yang selisih dua tahun. Saat berangkat dan pulang sekolah, sang nenek selalu menyiapkan sarapan pagi dan ketika pulang mereka selalu menuju rumah nenek. Saat Otan dirumah mereka berdua tidur dirumah, dan ketika Otan pergi bekerja mereka tinggal bersama nenek dan kakeknya. Mereka berdua tumbuh besar dan menjadi anak anak yang manis dan berbakti. Hari hari berlalu, setiap satu minggu sekali paling tidak Nami menelfon anak anak nya dan kedua orang tuanya. Dia merasa sangat bahagia ketika mendengar keluarga bahagia dan sehat, dia bahkan lupa akan beratnya kehidupan di luar negeri yang harus memaksa dia untuk bekerja keras dan harus bisa mengerti bahasa orang asing. Kini hutang Nami pun telah lunas dan dia bisa membiayai pendidikan anaknya. Tiga tahun berlalu kontrak kerja Nami telah berakhir dan dia harus kembali ke Indonesia.

Setibanya di Indonesia, Nami dijemput oleh anak anak nya, adiknya dan juga Otan di Bandara, dia merasa sangat bahagia karena bisa memeluk anaknya untuk melepaskan kerinduannya setelah tiga tahun lamanya. Sampai dirumah Nami bertemu kedua orang tuanya, tangis haru pun memenuhi ruang tamu dengan redup lampu neon kala itu, kemudian mereka melanjutkan dengan obrolan kerinduan sampai pukul 2 malam. Malam itu Nami dan anak-anaknya tidur dirumah orang tuanya. Keesokan harinya, Nami kembali kerumahnya sendiri dan bertemu Otan, rasa canggung untuk memulai pembicaraan, namun Nami mencoba mengerti dan mencairkan suasana. Mulai hari itu dia ingin membuka lembaran baru yang lebih baik dengan menjadi seorang ibu yang bisa merawat anak anaknya dan Istri yang baik. Kini anak anak nya merasakan kehadiran seorang ibu yang mereka rindukan sekian lama. Setiap pagi nami membuat sarapan untuk anak anaknya dan mengantar anaknya yang masih kecil untuk bersekolah.

Namun setelah beberapa hari dia dirumah, Nami merasakan keganjalan yang terjadi. Dia sering mendengar cuitan cuitan tetangga nya bahwa suaminya berselingkuh dengan tetangganya sendiri. Nami tidak tinggal diam mendengar ini, dia ingin membuktikan sendiri. Pada suatu hari Nami mengambil handphone Otan untuk dia periksa, ternyata benar bahwa banyak pesan masuk dari wanita lain yang tidak lain adalah salah satu tentangga mereka. Nami pun menanyakan hal ini langsung kepada Otan dengan menunjukan bukti bukti itu dan ternyata Otan mengakui hal tersebut. Sontak dia merasa sangat sakit hati, niat nya untuk membangun kembali rumah tangganya dengan tentram seketika pudar. Nami telah Lelah menghadapi Otan yang tidak ada niatan baik sama sekali dengannya, akhirnya dia memutuskan untuk pergi kembali dari rumah dan kembali bekerja sebagai TKI. Kali ini dia menjelaskan kepada anak anaknya bahwa ayahnya telah menghianatinya dan dia harus bekerja untuk menyekolahkan mereka, namun Nami memberikan pesan kepada anaknya untuk tetap bersikap baik kepada ayahnya, karena bagaimana pun seorang anak wajib menghormati kedua orang tuanya.

Selama tiga tahun Nami pergi menjadi TKI, dia mampu menyekolahkan anak pertamanya sampai jenjang sarjana, ini yang membuat Nami semangat dalam menjalani hari – hari nya yaitu dengan memberikan fasilitas untuk anak nya sekolah. Karena anak pertama Nami telah kuliah di luar kota, adiknya memilih tinggal dengan Otan ayahnya karena neneknya yang sudah semakin tua. Sang nenek sering sakit karena usianya yang sudah cukup tua. Waktu itu sempat dirawat dirumah sakit, dan ketika Nami mendengar kabar itu sontak dirinya tak kuasa menahan tangis. Dia ingin segera pulang untuk bertemu dan merawat ibunya. Dia memberanikan diri untuk meminta izin kepada atasannya untuk cuti karena ibunya sakit dan dia harus pulang. Dan pada akhirnya dia mendapatkan izin pulang selama beberapa bulan. Setibanya dirumah dia melihat ibunya terbaring lemah takberdaya, dia menangis karena selama ini dia belum bisa memberikan apapun untuk ibunya. Dia merawat Ibunya setiap hari, sampai diakhir hayat ibunya Nami selalu ada disisi ibunya.

Setelah ibunya tiada Nami bekerja di toko kue dekat rumah. Dia mendapatkan pemasukan setiap harinya. Dia berniat untuk tidak kembali menjadi TKI namun jika tidak kembali anaknya tidak bisa menyelesaikan pendidikan karena memerlukan biaya yang tidak sedikit dan selain itu dia masih memiliki kontrak kerja satu tahun lagi. Dan pada akhirnya dia memutuskan untuk kembali keluar negeri untuk ke tiga kalinya. Kali ini dia dia pergi selama empat tahun dan dia pulang kembali saat anaknya wisuda. Dua tahun setelah ibunya meninggal, ayah Nami sakit dan akhirnya meninggal, nami tidak bisa pulang saat ayahnya meninggal, dia hanya bisa bersedih dan menangisi semuanya dan hanya bisa bercerita dengan dinding kamarnya kalau kini dia telah kehilangan kedua orang tuanya.

Satu tahun berlalu dia memutusan pulang untuk menghadiri wisuda adiknya juga anaknya, foto bersama dan menjadi saksi kesuksesan anaknya adalah hal yang diinginkannya. Kepulangannya kali ini dia tinggal dirumah orang tuanya yang sekarang terasa hampa tanpa orang orang tersayang yaitu kedua orang tuanya. Setiap pulang yang ia nanti adalah masakan ibunya dan tuturan ayahnya juga kopi yang selalu jadi minuman wajib ayahnya, namun semua itu tinggal kenangan. Dan tujuan dia pulang kali ini adalah untuk menggugat cerai Otan karena dia tidak pernah bersikap layaknya seorang suami dan orang tua bagi anaknya. Semua usaha telah Nami lakukan tapi tidak pernah dihargainya, Otan tetap selingkuh dengan wanita lain, biaya sekolah anak Nami yang menanggung, hutang Nami yang melunasi, kini Otan memiliki hutang cukup banyak, rumah pemberian orang tua Nami di gunakan untuk jaminan hutanya, dan Nami harus terpaksa membayarnya untuk mengambil sertifikat rumah tersebut. Karena sikap dan perilaku Otan yang tidak pernah berubah, tidak pernah ada upaya untuk bertanggung jawab sebagaimana mestinya, Nami memutuskan untuk menceraikan suaminya pada kepulangaanya kali ini. 

Saat proses perceraian para tetangga mengira Nami adalah orang yang buruk, terkadang Nami merasa dirinya tidak pernah diterima dilingkungannya. Hampir semua tetangga menilai Otan orang orang yang baik dan bertanggung jawab. Saat surat perceraian itu ia terima dia menceritakan kepada tetangganya kalau Nami menggugat cerai dirinya dengan tuduhan tuduhan yang salah. Namun semua itu tetap dia abaikan, Nami menjalankan proses perceraian sesuai prosedur dan akhirnya dengan pengakuan Otan yang pernah memukul serta berselingkuh, mereka dinyatakan resmi bercerai. Sementara itu dia membiarkan Otan tetap tinggal dirumahnya setelah perceraian karena dia tidak mau anak keduanya kehilangan sosok ayah. Sedangakan Nami memilih untuk pergi kembali ke luar negeri untuk meninggalkan kehidupan pahitnya dikampung. Dia memiliki cita cita untuk memiliki rumah dan mobil sendiri, sehingga kali ini dia kembali ke luar negeri untuk menabung demi cita citanya terwujud. Kini telah satu tahun berlalu, dia bisa membeli apa yang ia inginkan, dan anak nya telah bekerja, kini bebannya sedikit berkurang dan dia menikmati hidupnya dengan rasa syukur.
 
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Lolos Beasiswa Graduate Program GKS 2021

About Me

"Bangkok Itinerary"